Disebut Bunuh Diri, Penyebab Kematian Mahasiswi USU ini Masih Jadi Pertanyaan Keluarga

Kasus kematian Mahira (19), mahasiswi USU, yang oleh pihak kepolisian disebut karena bunuh diri, masih terus bergulir. Di mana pihak keluarga hingga saat ini masih mencurigai, bahwa kematian Mahira bukan akibat bunih diri.

topmetro.news – Kasus kematian Mahira (19), mahasiswi USU, yang oleh pihak kepolisian disebut karena bunuh diri, masih terus bergulir. Di mana pihak keluarga hingga saat ini masih mencurigai, bahwa kematian Mahira bukan akibat bunih diri.

Demikian antara lain disampaikan Fajri Akbar SH, selaku kuasa hukum keluarga korban, saat menghadiri undangan Polda Sumut, Kamis (14/9/2023), untuk gelar perkara terkait kematian Mahira.

Fajri Akbar SH hadir di Mapolda Sumut bersama keluarga termasuk ayah kandung korban.

Pada kesempatan itu, Akbar mendukung kepolisian untuk menegakkan kebenaran terkait proses kematian almarhum Mahira. Akan tetapi ia mempertanyakan beberapa kejanggalan seputar kasus ini. Di antaranya soal gelar perkara yang menurutnya melangkahi proses sebagaimana aturan di KUHP.

“Namun yang kami pertanyakan adalah, mengapa setelah laporan kepolisian terkait dengan dugaan pembunuhan almarhum, kenapa pihak kepolisian sampai saat ini, tidak menjelaskan proses itu secara runut. Kenapa tiba-tiba kami dipanggil untuk mengikuti gelar perkara. Pertanyaan kami, ada apa? Sedangkan almarhum tersebut belum dijelaskan kematiannya, apakah bunuh diri atau dibunuh. Hasil autopsi belum menyatakan bahwa almarhum itu matinya seperti apa,” paparnya.

“Oleh karenanya, pertanyaan-pertanyaan mengganjal itu yang kami ingin pertanyakan kepada pihak kepolisian dalam hal ini Polda Sumut. Karena banyak hal yang kami rasakan patut untuk kami curigai. Termasuk belum adanya surat perintah dimulainya penyidikan (SP2HP),” lanjutnya.

Pada kesempatan itu, ia pun mengajak semua pihak termasuk jurnalis, untuk bersama-sama mengawal proses tersebut. “Gunanya untuk mendukung pihak kepolisian untuk menyidik, demi menegakkan keadilan yang sebenar-benarnya, demi untuk mengungkapkan peristiwa ini dengan sebenar-benarnya,” sebut Akbar.

Kondisi Mayat

Pada bagian lain penjelasannya, Akbar menyebut ada hasil foto yang mereka dapat. Di mana pada foto itu terlihat bagaimana kondisi dan posisi mayat korban yang ditemukan di dalam rumah bapak tirinya.

“Kondisi mayat tersebut memang, posisi kepala itu sudah menjadi tengkorak. Tapi badan itu masih utuh. Nah ini kami punya fotonya. Ini posisi kepalanya sudah menjadi tengkorak, badannya utuh. Ini menjadi pertanyaan kami, kenapa untuk mengungkap ini saja, polisi tidak bisa cepat?” tanyanya, sembari menunjukkan foto mayat korban kepada media.

Akbar juga mempertanyakan adanya dua penjelasan berbeda dari pihak kepolisian soal apa yang korban minum hingga tewas. “Kenapa Kapolsek Patumbak menyatakan bahwa yang bersangkutan mati karena minum Baygon. Sedangkan di hari yang lain, Kapolrestabes Medan menyatakan bahwa yang bersangkutan matinya karena minum racun sianida. Dan itu jelas ada. Di YouTube, di media massa itu ada keterangan Kapolrestabes Medan. Perbedaan-perbedaan ini juga yang menyebabkan janggal bagi kami. Pertanyaan besar bagi kami. Ada apa?” tanyanya.

Penasehat hukum keluarga korban ini juga menyinggung soal tulisan tangan korban. “Posisi tulisan tangan juga ada perbedaan aslinya dengan yang ada pada kepolisian,” katanya sambil menunjukkan contoh tulisan tangan korban.

Kemudian, Fajri Akbar SH juga mempertanyakan soal niat korban membeli racun untuk bunih diri. Di mana menurutnya, korban dalam kondisi happy dan masih mengikuti KKN (kuliah kerja nyata).

“Dalam hal lain, kami mendapat keterangan, bahwa yang bersangkutan (korban), digiring seolah-olah mati karena minum sianida. Dan sianida itu dibeli tanggal 25 Maret 2023. Sedangkan tanggal 11 Maret 2023, yang bersangkutan masih mengajar (KKN). Beliau masih ‘happy’,” katanya, sambil menunjukkan foto-foto korban saat mengajar dalam rangka KKN.

“Jadi aneh bagi kami dia minum racun, sementara dua minggu sebelum itu dia masih mengajar. Ini fakta-fakta yang mau kami tanyakan kepada pihak kepolisian. Apa sebenarnya ini. Kenapa terlalu lama mengungkapkan penyebab kematian ini,” masih tanya Akbar.

Menjawab pertanyan soal barang-barang milik korban seperti HP, laptop, dan lainnya, Akbar mengatakan sudah ada pada pihak kepolisian. “Jadi kalau kita bilang ada yang hilang, tapi kami merasa itu semuanya sudah dibawa jadi barang bukti. Jadi tidak ada yang hilang dalam konteks dicuri,” katanya.

Terkunci dari Luar

Akbar dan ayah kandung korban juga menanggapi informasinya, bahwa rumah tempat korban ditemukan terkunci dari lupar, sementara korban berada di dalam. Di mana ayah kandung korban menjawab, bahwa itu benar.’Fotonya juga ada. Boleh tengok, di YouTube dan di Google juga ada,” kata Pariono, nama ayah kandung korban tersebut.

Pada malam kejadian, ayah kandung korban yang dipanggil pertama kali oleh kepala lingkungan untuk membuka pagar yang terkunci dan pintu rumah. Jadi menurut Pariono, benar pintu rumah terkunci dari luar dan korban berada di dalam rumah.

Mengenai apa tindakan keluarga soal perkembangan kasus ini, Akbar menyebut, akan mereka pikirkan selanjutnya. “Kalau kemudian kami dapatkan bukti bahwa prosedur itu tidak dilaksanakan sesuai dengan semestinya, maka tindakan selanjutnya akan kami pikirkan ke depan,” katanya.

Ia juga menyebut, bahwa penyidik Propam sejauh ini mereka dengar sudah memeriksa Polsek Patumbak yang menangani pertama. “Dan Polsek Patumbak ini pertama kali dilaporkan tentang peristiwa ini, mereka menolak kehadiran bapak kandung korban,” ungkap Akbar

Sedangkan ayah kandung korban mengatakan, ada beberapa kali permintaan mereka untuk autopsi korban ditolak. “Kemarin itu beberapa kali kami mau autopsi anak kami, kami dicegah. Sampai dua kali balik kami. Alasan karena ada pihak keluarga yang memutuskan untuk tidak diautopsi. Jadi saya bilang yang berhak adalah saya. Saya kepala rumah tangga. Saya bapak kandungnya. Saya berhak yang mengasih keputusan. Bukan orang itu. Orang itu siapa?” sebutnya sambil menahan tangis

Dua hari kemudian, lanjut Pariono, ia datang kembali dengan membawa kartu keluarga yang mencantumkan korban sebagai anak kandungnya. Tapi kata dia tetap ditolak.

“Terakhir saya melaporkan ke Polda (Sumut). Pihak Polda (Sumut) menelepon ke (Polsek) Patumbak. ‘Kenapa kalian tidak menanggapi kasus kematian korban, sementara bapak kandungnya sudah di sini’. Barulah direspon orang Patumbak. Langsung lah kami ke sana. Langsung lah anak kami diautopsi,” urainya.

Ia juga menyebut, bahwa yang menolak pelaksanaan autopsi adalah ayah tiri korban.

Sebagaimana berita sebeloumnya, Mahira (19), mahasiswa jurusan Sosiologi Universitas Sumatera Utara (USU) tewas secara misterius di rumahnya, Rabu (3/5/2023). Dari penyelidikan sementara, korban diduga bunuh diri.

“Sekali lagi ini mengarahnya ke bunuh diri, bukan (dilakukan) orang dekat,” ujar Kapolrestabes Medan Kombes Pol Valentino Alfa Tatareda kepada wartawan di kantornya, Rabu (14/6/2023) lalu.

Kata Valentino, berdasarkan pemeriksaan handphone Mahira, sebelum tewas, Mahira sempat memesan racun jenis potas melalui aplikasi online di Kota Bogor.

“Bahwa pemesanannya, lewat salah satu aplikator yang sudah kita periksa di sana, sudah bener, almarhumah memesan, lalu si pengirimannya sudah kita cek betul-betul. (ternyata) Mengirim ke almarhumah, yang dipesan racun potas,” ujar Valentino.

Setelah mendapatkan racun tersebut, Mahira juga diketahui mencari tahu bagaimana cara bunuh diri melalui internet. Polisi juga telah menemukan bukti racun tersebut di rumah Mahira.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment